Hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan melanjutkan sidang praperadilan Setya Novanto dilanjut Senin (25/9) dengan agenda pembuktian. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar menolak usulan Tim Kuasa Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pihak termohon yang ingin menyudahi sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto.
Penolakan Cepi tersebut merupakan putusan sela yang dibacakan usai menanggapi eksepsi tim kuasa hukum Setnov dan KPK. Dengan demikian, Cepi memutuskan untuk melanjutkan sidang praperadilan dengan agenda pembuktian.
"Menolak eksepsi termohon, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang mengadili perkara ini, memerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan perkara ini," kata Cepi saat memimpin sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9).
Cepi menyimpulkan sidang praperadilan berkutat pada aspek keabsahan penyidik KPK seperti yang diajukan pihak pemohon, atau tim kuasa hukum Setnov. Tim kuasa hukum Setnov mempertanyakan penyidik KPK terhadap kliennya yang masih berstatus aktif sebagai anggota kepolisian.
Setelah menimbang hal tersebut, Cepi menyimpulkan eksepsi KPK tidak sesuai dengan apa yang diajukan tim kuasa hukum Setnov.
Diketahui, tim kuasa hukum KPK melayangkan eksepsi bahwa tim kuasa hukum Setya Novanto hanya bisa mempersoalkan penetapan tersangka kliennya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan di sidang praperadilan.
"Oleh karena itu, eksepsi termohon tidak berdasar hukum atau harus dikesampingkan," kata Cepi.
Keputusan Cepi tersebut membuat sidang praperadilan tidak berhenti. Adapun agenda sidang selanjutnya yakni pembuktian yang akan digelar pada Senin mendatang (25/9).
"Karena eksepsi absolut ditolak maka praperadilan harus dilanjutkan," kata Cepi.
Setya Novanto ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP pada Juli lalu. Dia diduga terlibat dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada.
Proyek pengadaan e-KTP sendiri diduga mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar. Negara sedikitnya dirugikan Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun.
Sumber : CNN Indonesia